Senin, 31 Maret 2008

KEPADA BAYANG-BAYANG

kepada bayang-bayang
kepada bayang-bayang,

aku ingin mengucapkan salam perkenalan

kepadamu tepat saat aku pertama meregang

derai tangisku kepada Tuhanku

sebagai hormatku kepada-Nya

untuk pengukuhanku kepada sang pencipta

bahwa aku telah menjadi penghuni baru di

dunia bayang-bayang


ya, kepada bayang-bayang

aku mengucapkan terima kasih yang se-

banyak-banyaknya atas tetesan

air susu bayang-bayang yang mengucur deras

dari puting bayangan ibu bayanganku

ke dalam mulut bayanganku

mengendap dalam tubuh bayanganku

mengental menggumpal menjadi lemak

darah daging tulang bayangan

menegakkan tubuhku

dari ketakseimbangan bayangan


ah, bayang-bayang

kuterimakasihkan kepadamu

atas segala bentuk penjagaan

pendidikan dan penanaman moral bayangan

ke dalam sukma raga bayanganku

hingga aku dapat meneropong

lalu lintas dunia bayangan

tempatku berpijak

hingga aku menemukan bunga dan duri

bayangan di sekelilingku


ah, bayang-bayang

tak terputus rasa terima kasihku

kepadamu atas cungkup mahligai

yang kauberikan kepadaku

tatkala aku mendapati sosok bayangan

yang tak lagi menghitam melegam

sosok bayangan yang dapat memelukku sesama

bayangan

mencurahkan bulir-bulir penyejuk bayangan

ke dalam sela-sela tubuh bayanganku

menghadirkan sisi-sisi kehidupan bayangan

baru dari tubuhku


bayang-bayang aku kini tak sendiri lagi

bayangan bayangan baru hadir di sisiku

silih berganti

mengumbar tawa tangis amarah bahagia

di duniaku hadir tiada henti hingga akhirnya

bayang-bayang itu pergi ... pergi menjauh

mengarungi lautan bayangan sendiri

yang tiada pernah bersua


bayang-bayang kini aku benar

benar menjadi bayang-bayang

yang asing di duniaku sendiri

yang tak lagi terkenal dikenal di duniaku sendiri

dunia bayang-bayang

sebagai bayang-bayang yang pernah melayang

di tengah samuderanya

di tengah cakrawalanya

di antara lapisan kerak buminya

di antara lapisan awannya

di antara lapisan pendaran cahaya mentarinya

di antara lapisan pendaran cahaya bintangnya

di antara sela-sela tiupan anginnya

di antara sela-sela deru ombaknya

di antara sela-sela serbuk debunya

aku hanyalah bayang-bayang
Bandung, 1 April 2008


Kamis, 13 Maret 2008

Rabu, 05 Maret 2008

Layang-Layang!

Aku ingin seperti layang-layang! benda yang bisa terbang menjentik awan, menggaruk langit dengan gemulai, menatap bumi dengan angkuhnya. Hmmm .... aku hanya bisa menjejak bumi ... menginjak bulir tanah berdebu .... mencium bau serpihan tanah abadi .... menyesak dalam rongga terkurung iga ... tanpa sempat menjaring bintang... dan ... duduk di atas singgasana rembulan ....
Aku ingin seperti layang-layang yang berkibar melambaikan sayap .... mengibas ekor ... memainkan irama syahdu terbalut lirih sayup suara sang pengendara angin. Ahhh .... layang-layang ... tapi .... tidak seperti aku ... yang bisa berkibar di awal malam .... di tengah malam ... dan di akhir malam .... hingga tirai malam menumpahkan kekesalannya saat menungguiku ... dan berlalu ke titik ufuk memanggil sang fajar untuk datang memebelalakkan matanya ... agar aku takut dan mengatupkan kelopak mataku dalam sekejap.
Ahh .... layang-layang, kau hanya bisa meringkuk di tepi tubuh sang kardus ... sepanjang malam ... karena kau sadar .... sang ratu malam tak pernah sudi menonton tarianmu.... tidak seperti raja siang ... yang selalu bergairah menanti liuk lekuk tubuhmu .... menghisap desah nafas asmaramu .... sepanjang malam itu kau hanya tergolek tak berdaya .... laksana sesosok tubuh pesakitan yang tak kuasa menantang ajal.


Bandung, 4 Maret 2008